Rabu, 07 Oktober 2009

PERBANDINGAN SAINS MODERN DAN BUDDHISME

PERBANDINGAN SAINS MODERN DAN BUDDHISME
Dengan perkembangan sains modern dalam beberapa dekade terakhir ini yang mendasarkan pada teori relativitas, mekanika kuantum, dan prinsip ketidakpastian, maka konsep dan ajaran sains modern semakin mendekati ajaran Buddha dalam hal penjelasan mengenai alam fenomena.
Di awal tahun 1940-an, Niels Bohr, seorang pelopor fisika, menemukan kesesuaian antara sains modern dengan apa yang dia sebut "mistisisme Timur". Saat dia menyelidiki fisika atom dan mencari medan terpadu dari realitas, dia selalu menggunakan ajaran Buddha dan Lao Tzu dalam diskusinya untuk mata pelajaran di kelas.
Robert Oppenheimer, seorang fisikawan nuklir terkemuka yang menciptakan bom atom pertama, juga melihat bahwa dalam Buddhisme terdapat sebuah kesejajaran ilmiah. Penemuan Oppenheimer mengguncangkan dunia fisika karena kelihatan nya seperti menggemakan kearifan dari suciwan kuno. Oppenheimer menulis : " Bila kita bertanya apakah posisi elektron tetap tak berubah, maka kita harus mengatakan "TIdak"; bila kita bertanya apakah posisi elektron berubah seiring waktu, maka kita harus mengatakan "tidak", bila kita bertanya apakah posisi elektron dalam keadaan diam, maka kita harus mengatakan "tidak", bila kita bertanya apakah posisi elektron dalam keadaan bergerak, maka kita juga harus mengatakan "tidak", Buddha juga memberikan jawaban yang sama ketika di tanya mengenai kondisi-kondisi dari "ego" seseorang setelah kematian nya. Buddha menjawab bahwa bukan "ini" pun bukan "itu". Semua pertanyaan yang diajukan murid nya dijawab oleh Sang Buddha dengan kata "tidak".
Definisi sains menurut Encyclopaedia Britannica adalah suatu sistem pengetahuan yang berhubungan dengan dunia fisik beserta fenomena –fenomenanya yang memerlukan suatu pengamatan yang tidak didasari prasangka apapun melainkan berdasarkan eksperimen yang sistematik.Secara umum sains melibatkan penggunaan kebenaran-kebenaran umum atau bekerjanya hukum-hukum yang mendasar untuk memahami segala corak fenomena.
Observasi yang merupakan salah satu elemen penting dari pembuktian sains itu sendiri,ternyata juga sejalan dengan ajaran Buddha.Kalama Sutta mengatakan: “Oleh karena itu ,warga suku Kalama,janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu,atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi,atau sesuatu yang didesas-desuskan.Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci,juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama,juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormati seorang pertapa yang menjadi gurumu..tetapi terimalah kalau engkau sudah membuktikannya sendiri..”
Sikap pemikiran yang tertuang dalam Kalama Sutta,disebut dengan istilah Ehipassiko yang berarti datang dan lihatlah.Dan bukan hanya sekedar datang dan percayalah.Buddha menasehati manusia agar tidak percaya dan menerima apapun yang diajarkan Buddha secara membabi-buta,tetapi terlebih dahulu membuktikan sendiri melalui perenungan dan meditasi.Karena alasan inilah,ajaran-ajaran sang Buddha tetap tidak berubah (abadi) dan relevan meski ditekan oleh perubahan zaman
Hal ini tercantum jelas dalam Upali Sutta yang merupakan Sutta ke-56 dari Majjhima Nikaya.Dikisahkan tentang seorang penganut agama lain yang baru saja terkesan oleh kebenaran yang disabdakan oleh Sang Buddha.Namun sabda Sang Buddha kepada Upali yang berniat untuk menganut agama Buddha :”Telitilah dahulu secara sempurna,Upali,larena adalah baik bagi orang terkemuka seperi anda untuk meneliti secara sempurna.”
Pada Sutra lain nya Buddha menggunakan contoh jari telunjuk yang menunjuk ke bulan. Bulan mewakili Realitas, sedangkan jari telunjuk mewakili pengetahuan Dharma untuk memahami Realitas. Bila kita terlalu lama bergulat dalam literatur Dharma tanpa pencapaian samadhi, maka kadang-kadang kita terbuai dan menjadi lupa sehingga menganggap jari telunjuk itu sebagai bulan. Dengan demikian, bukan saja kita kehilangan bulan yang mewakili realitas sesungguh nya, tetapi juga kehilangan jari telunjuk kita yang melambangkan doktrin.
Inilah kesalahan umat manusia dewasa ini yang menganggap petunjuk pada kebenaran sebagai kebenaran itu sendiri. Manusia jadi melekat pada segenap doktrin dan teori, tulisan, aturan, adat istiadat, dan lain sebagainya.
Observasi atau pengamatan selalu diawali dengan ketidakpercayaan atau skeptisme.Selanjutnya skeptisme inilah yang mendorong kita untuk melakukan observasi.Hasil observasi inilah yang akan menjadi penentu apakah sesuatu layak dipercaya atau tidak.
Pengalaman adalah dasar sains. Setiap teori harus bisa diuji secara eksprimen dan bila gagal, maka teori tersebut harus di buang atau di modifikasi. Para ilmuwan tidak hanya merencanakan eksperimen untuk membuktikan teori mereka sendiri tetapi juga mengungkapkan kesalahan yang mungkin ada.
Buddhisme juga membicarakan tetang penting nya pengalaman. Melalui meditasi penembusan langsung, para murid dipersilahkan melihat dan memutuskan sendiri Realitas tunggal yang berada diluar asumsi, ilusi dan kontradiksi. Namun masih ada perbedaan-perbedaan yang membuat hubungan antara sains dengan ajaran Buddha seratus persen seiring sejalan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah:
1. Metode yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan dan memahami corak fenomena
2. Lingkup fenomena yang hendak diobservasdi dan dijelaskan
3. Tujuan akhir dari sains dan Buddhisme
Aspek Lingkup Fenomena
Pada masa abad ke-17, Rene Des Cartes menciptakan pembagian 2 cabang Catesius,yakni membatasi lingkup penelitian sains pada hal-hal yang bersifat materi (res estensa) oleh karena hal-hal yang berhubungan dengan pikiran (res cogitans) berada di luar batas persepsi organ indera. Di tahun 1905 Albert Einstein mendobrak rintangan 3 dimensi dalam sains dan membawa lingkup sains ke luar dari paradigma 3 dimensi dan batasan Des cartes.
Batasan yang diberikan pada penelitian di bidang sains menjadi suatu penghalang bagi para ilmuwan untuk memahami realitas sejati dari alam, karena alam fenomena dan fenomena alam tidak dibatasi oleh materi atau ruang tiga dimensi. Banyak fenomena penting dari alam terjadi di luar lingkup sains. Namun demikian, sains telah memberikan manfaat yang tidak sedikit bagi umat manusia, banyak orang di dunia mempunyai keyakinan yang sangat tinggi terhadap sains dan menerima apa pun yang bisa dijelaskan oleh sains, bahkan ada juga sebagian orang yang memuja sains.
Aspek Metoda
Buddha bukanlah seorang ilmuwan, karena Buddha menggunakan metode intuisi dan penembusan langsung untuk memahami corak fenomena dengan kekuatan batin. Buddha tidak tunduk pada batasan-batasan yang melemahkan sains,dan oleh karenanya pengetahuan yang diperoleh Buddha bersifat menyeluruh dan mewakili realitas sejati dari alam fenomena.Karena alasan ini pulalah tidak ada grey area bagi Buddha dan juga Sang Buddha tidak perlu berlindung di bawah awan kekuasaan dan keperkasaan manusia super yang hanya bersifat imajinatif semata.
Dengan adanya perkembangan sains modern dalam bidang teori relativitas dan kuantum, penggunaan metode lebih mengedepankan pendekatan mistisisme daripada meterialisme ekstrim.
C
• Sains
- Sains hanya berupa instrumen belaka yang sifatnya netral
- Sains itu ibarat pisau, dapat digunakan untuk memasak atauoun membunuh
- Sains tidak menghasilkan kearifan
- Sains bisa membantu dunia, namun manusialah yang menentukannya
- Sains harus dilengkapi dengan spiritualitas yang merupakan suatu kebutuhan
Tujuan akhir Sains
Memahami realitas sejati dari alam fenomena, meminimkan penderitaan manusia dan membuat manusia berbahagia dengan memberikan kenyamanan batin dan kemudahan materi.
• Buddhisme
- Dalam Buddhisme pengetahuan diraih untuk tujuan therapeutik
- Buddhisme pada dasarnya adalah sains mengenai pencerahan
- Buddhisme bukan sekedar instrumental belaka, selain itu sifatnya adalah baik
- Buddhisme menghasilkan kearifan.
C
Membebaskan diri kita dari penderitaan yang disebabkan oleh kemelekatan dan ketergantungan yang tak semestinya terhadap realitas dunia luar dan perbudakan terhadap ego kita, dimana ego atau “sang aku” tersebut kita anggap berdiam dalam diri kita sendiri.
Walaupun telah dijelaskan secara mendasar perbedaan antara Buddhisme dan Sains, bukan berarti tidak ada persamaan antara kedua bidang tersebut. Justru diantara keduanya dapat dijumpai banyak persamaan yang mengagumkan, karena ajaran Buddha berasal dari pemahaman terhadap segala corak fenomena, baik yang bisa dideteksi oleh organ indera kita maupun yang di luar kemampuan persepsi melalui organ indra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar